Suara Hati Pemuda Indonesia untuk Pemimpin Bangsa
Untukmu,pemimpin
Bangsa Indonesia.
Suara
hati dari seorang anak muda,demi Indonesia Emas 2045.
Wahai
pemimpin bangsa. Saya adalah satu dari 61 juta jiwa penduduk yang berusia
antara 15 sampai 30 tahun di Indonesia. Saya dan anak muda lainnya dilahirkan
untuk menjadi generasi yang sempat merasakan saat-saat terakhir rezim orde baru
memimpin Indonesia. Bisa Anda bayangkan, kami lahir ketika krisis makin menjadi
dan tumbuh dewasa bersama masa yang kita sebut reformasi.
Ketika
saya menulis surat ini untuk Anda, saya mendapatkan fakta bahwa teman-teman
saya dan sebagian besar pemuda Indonesia tidak menggunakan hak pilihnya di pemilihan
wakil rakyat, diawal bulan ini. Mereka menyebutnya golongan putih sebagai bentuk
protes. Lalu perkenankan saya menulis suara hati ini untuk Anda sebagai bentuk
kepedulian, wahai pemimpin Indonesia.
Ada
ratusan suku bangsa,ratusan bahasa dan berbagai warna kulit yang disatukan
dibawah bendera yang sama,bendera merah-putih. Rasanya sulit membayangkan
bagaimana perjuangan terdahulu untuk bersatu atas nama Indonesia. Namun apa
yang terjadi saat ini seperti melihat keberagaman hanya kisah utopia, karena Pancasila
dan Bhinneka Tunggal Ika semakin terlihat hanya tinggal nama. Kehidupan
berbangsa dan bernegara semakin jauh dari nilai-nilai kebersamaan, keberagaman,
toleransi dan gotong royong.
Ya,
generasi kami kehilangan sosok pemimpin. Sosok seperti Bung Karno, Bung Hatta,
Polisi Hoegeng dan mereka-mereka yang mampu mengemban amanahnya dan memiliki
semangat ke-Indonesia-an yang menginspirasi. Kami bukan sedang bermimpi tentang
reinkarnasi, tetapi kami menginginkan ada sosok pemimpin seperti mereka, yaitu
Anda, yang mampu menjalankan roda pemerintahan sesuai amanah dengan tujuan yang
benar-benar untuk bangsa dan negara.
Saudara
sebangsa dan setanah air kami diujung batas Indonesia, seringkali tidak
mengetahui apa yang terjadi dengan tanah airnya. Jangankan sekedar membaca
koran dan melihat televisi dan melihat visi-misi Anda, untuk memenuhi kebutuhan
primer saja masih kesulitan. Akses pendidikan yang terbatas dan infrastruktur
seadanya membuat mereka lupa,dilupakan dan terlupakan. Ironisnya, beberapa
kilometer dari tanah air yang dipijaknya mengandung mineral kaya yang sedang
dieksploitasi. Apakah kesejahteraan sudah menjadi milik kita bersama? Apakah
masih ada cita-cita yang ditulis di sila ke-5 Pancasila itu? Sungguh dititik
ini saya menjadi pesimistis sebagai Bangsa Indonesia.
Namun,
rasa pesimis saya luntur ketika tahun lalu saya menghadiri konferensi pemuda
Indonesia di Jakarta. Saya menyaksikan sendiri didepan saya ada 1500 pemuda
dari Aceh sampai Papua yang sedang berbicara masa depan Indonesia. Saya
mendengar begitu banyak, dan begitu besar rasa optimis generasi penerus bangsa ini.
Bahkan ada sekelompok anak muda Indonesia yang lulus cemerlang dari pendidikan
tinggi rela ditempatkan di pelosok nusantara, demi menjawab kewajiban untuk
turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Generasi
kami bahkan tidak pernah mendengar dan melihat langsung Bung Karno berorasi.
Tapi jangan tanyakan rasa cinta tanah air, toleransi dan semangat perubahan
kami. Kami adalah bunga baru yang akan
bermekaran lalu memberi warna untuk Indonesia dengan mimpi, harapan dan
perjuangan untuk bangsa negara ini.
Saya
membayangkan, ketika Anda memimpin Indonesia yang dengan keberagamannya mampu
diselaraskan sesuai dengan cita-cita bangsa, maka Macan Asia ini kembali bangun
dan menunjukkan taringnya. Saya dan 237 juta penduduk Indonesia menunggu Anda,
menanti kepemimpinan Anda untuk Indonesia yang lebih baik. Izinkan generasi
kami membawa ide-ide dan semangat perubahan ini. Kita berjuang bersama tunjukan
Indonesia Raya, Indonesia Jaya.
Komentar
Posting Komentar